Arwah Zaenal kini terdiam. Membeku dingin diiringi nyanyian hujan dan pelangi yang melukis langit di ujung timur sana. Di pemakaman Kematiannya, dia termenung diantara kerumunan orang yang lantas pergi dari situ setelah air tumpah dari langit demham semangat membentuk hujan. Sanak dan famili pun lantas menunda tangisannya untuk mencari tempat teduh. Zaenal hanya bias memandangi mereka.
Zaenal memandangi kuburannya. Tatapan matanya kosong, bulatan hitam di matanya kini sudah putih dan bekas luka yang seumur hidup menemaninya pun kini telah menghilang. Ia seperti menjadi manusia lain. Seperti bukan Zaenal yang dikenal sebagai pria perkasa di Desa.
Di sebatang pohon meranti tua yang berdahan dihiasi dengan lebatnya lembar-lembar daun tidak jauh dari makam, Keluarga zaenal sedang berusaha berteduh. Ibunya yang renta menangisi kepergian anaknya itu, dan adiknya, Sita, tampak sedang menghibur sang ibu dengan sentuhan halus dipundak. Layaknya hujan, tangisan ibu Zaenal seperti sungkan untuk berhenti.
Zaenal termenung melihat pemandangan itu. Namun ia tak mampu bicara dan tersenyum. Emosinya kini telah dicabut oleh Tuhan. Ia memandang dengan dingin peristiwa itu. Tatapannya begitu kosong begitu juga dengan pikirannya yang telah dicabut oleh Tuhan.
Zaenal yang dikenal sebagai preman pasar itu kini telah tewas mengenaskan. Terjadi setelah sekelompok preman dari desa sebelah sukses membacok puluhan kali ke badan Zaenal. Sebabnya karena pertikaian antara daerah kekuasaan desa yang meliputi pasar, tempat parker hingga kawasan pertokoan kecil yang ada dibeberapa titik desa.
Di ufuk barat, tempat pelangi muncul, turunlah malaikat dari langit, ia memakai jubah putih bersih mengilat seperti ada aliran listrik disekujur kain yang melilit ditubuhnya. Ia terbang menuruni warna warni pelangi dengan anggun, kontradiktif dengan parasnya yang cenderung kasar.
“ Namaku Annien, malaikat yang akan menyertaimu ke dunia berikutnya, mengirimmu ke kebaikan hakiki, layaknya dunia tanpa akhir. Dunia mu yang sesungguhnya...”, kenal sang malaikat.
“Aku mengerti...”
“ Kamu tahu di dunia kejahatanmu tak terampuni....”
“Aku mengerti.....”
“Hingga arwah tercabut dari jasmani kamu pun masih tersiksa, Tuhan menyertaimu.”
“Aku mengerti....”
“Sebelum aku mengantarkanmu, akan kukabulkan tiga permintaan dan Tuhan yang memberkati akan mengirimkannya kepadaku untuk kuberikan kepadamu....”
“Terima kasih atas rahmat Tuhan, kumohon kembalikan ingatan dan emosiku untuk beberapa saat”
“...baiklah...”, Annien meniup emosi dan ingatannya yang telah hilang ketubuh arwah Zaenal
“Lalu kabulkanlah permintaan ku ini, aku ingin berbicara dengan ibuku beberapa saat”
“Hm....Maaf namun aku tidak bisa memberikannya kepadamu, hendak kau mengetahui bahwa kau berada di alam yang berbeda kini dan tak mungkin untuk kembali....adakah permintaan yang ketiga?”
“ Baiklah kalau begitu, aku menginginkan ibu dan adikku tahu jika aku memiliki beberapa polis asuransi yang nilainya cukup untuk kehidupan sehari-hari keluargaku. Bank itu ada di Kota utara desa ini....”
“What the fuck do you think i am, don’t you know anything about my holy job, motherfucker!”
Lalu Zaenal pun menangis meratapi nasibnya.
Yang kini dikangkangi malaikat.....
Suara jangkrik pertanda hujan telah usai pun mengiringi kisah pilu setelah mati ini.